12/31/2009

Merenung Sejenak



Tak tahu harus mengatakan apa untuk siapa harus kusampaikan karena menurutku doa dihati lebih mujarap dari pada air mulut untuk berucap Selamat Tahun Baru.

Tak sedikit bagian yang lain begitu membahana seolah baru keluar dari kungkungan menyakitkan, seolah usai menyelesaikan perjalanan yang menyengsarakan, dan seakan sumua akan lebih baik setelahnya. (semoga saja...AMIN).

Luapan rasa yang begitu terekspresif dengan sempurna adalah refleksi dari kemarin yang begitu variatif, senang, susah, sedih, bahagia memang selalu saja tak terbelah dari satu badan bernama kehidupan.

Malam ini rasa itu tiba-tiba membuncah. dengung, pecah, menjerit seiring letupan bunyi petasan dan terompet aksesoris yang selalu menghiasi helat-helat akhir dan awal tahun.
meriah dan tak pelak memancing bulu kuduk untuk menggelitik....

Aroma ini kian tahun sekali terjadi.

Saban hari diwaktu yang berbeda tak jauh berbeda. seperti ini pula. emosi dan segala rasa yang mengharu biru...

Saban hari yang lain pula ada yang berkurang dari sebelumnya demikian pula sekarang detik dan masa ini. secara absesnsi ada yang tidak hadir karena telah tiada, ada pula yang baru bergabung karena baru terlahirkan sebagai ummat. esok di masa yang berbeda siklus itu terpola kian memutar pelintir kehidupan dengan segala artefaknya.

Kemudian sebagian orang memaknai sedemikian sederhana atau malah sebaliknya sesuai paradigma utopis mereka, kita, aku tak terkecuali....

Sisaban hari pula pernah hampir semua mendengar barisan kata tentang arifnya hidup dengan segala kejadian yang terjadi didalamnya....

Kemudian lagi Kita memaknai sebagai dinamika hela nafas pemberian sang Arash.

lalu disaban hari yang berikutnya semua abu-abu. semua tak jelas. semua tak terduga semua bisa terjadi.

masihkah kita bisa larut didalamnya?... masihkah kita menjadi bagian dalam peran kita yang bermacam?. ataukah kita kelak akan melakon peran berbeda atau sama... atau malah kita tak menjadi bagian sama sekali karna Arash itu telah memanggil kita pada keadaan yang berbeda dan kita tak mampu berbuat apa-apa....

Tak ada kata selamat, yang ada hanya DOA semoga tarbiyah hidup kita telah berada pada titiknya yang sempurna atau semakin mendekati sempurna.

Untuk Tahun depan Yang abu-abu???..... Kami mendengung doa kami yang ENGKAU pasti tahu.

12/19/2009

Tuanku Perkenankanlah Kami menginap lebih lama


Inilah negeri tuan yang subur dengan kekayaan melimpah. Disetiap ujung dari setiap tanahnya menyembur minyak-minyak mentah yang bernilai harganya. Dibawah perut buminya tak terkira kekayaan yang tersimpan. Air, sungai, laut, gunung dan dan segala yang tumbuh diatasnya dapat dijual atau ditukar dengan upeti yang banyak.
Tapi tahukah kamu Ini pula Negeri yang oleh para pengkritik lainnya menamakannya Negeri para bedebah karena bercokol kebusukan, kebohongan, rekayasa, korupsi, kolusi, nepotisasi dan segalanya yang tumbuh saling beriringan.
Untuk Tuanku yang Agung, Bersoleklah dengan gagahmu. Bertahtalah dengan kekayaan bumi yang kau keruk habis dari kandungan pertiwi yang kalian bilang juga pertiwi kita. Padahal kami hanya sedikit mengambil hak. Kami hanya numpang bernafas karena tempat kami menghirup udara adalah milik kalian yang kami sewa dengan keringat dan air mata.
Tidak hanya itu, orang tua dan anak-anak kamipun hanya mampu kami pinjamkan gubuk dari tanah kalian dan hanya bisa memberikan hadiah buah yang jatuh dari pohon milik kalian “Tuangku”.


Tuanku mungkin tak seganas ini. Kami tak butuh banyak hal selain bisa mengidupi keluarga kami. Kami hanya butuh agar air susu ibunya tidak kering akibat susah mendapatkan lauk pauk dinegeri tuan yang memang kami asing didalamnya. Kami hanya butuh agar anak-anak kami bisa tumbuh dan bersekolah seprti Tuan namun dari hasil jerih payah yang kami ajarkan. Agar dia tahu bahwa dia dari latar belakang yang sederhana dan miskin adalah pakaiannya. Agar urat malunya tetap ada ketika harus memakan yang bukan haknya. Merampas yang bukan miliknya atau menerima sogokan demi lancarnya urusan yang kaya. Dengan begitu, dia juga bisa merasa iba terhadap ribuan nasib rakyat jelata yang membutuhkan bantuannya.
Kemudian kami mencoba meratapi nasib kami. Tuan tak butuh kami karena kekayaanmu sudah cukup dan tak perlu menambah beban memikirkan anak-anak kami.
Kami yang proletar sekali ini hanya ingin meminta ijin kepada tuan. Perkenangkanlah kami meminjam tanahmu lebih lama sedikit karena sampai sekarang kami belum memiliki kontrakan buat orang tua dan anak-anak kami. 



12/12/2009

Cerita Sepotong Malam

Kita kembali menapaki lajur-lajur sepi jalan yang dulu pernah memberikan kita banyak hal. Ada banyak makna bahkan kenangan yang tak rangus dimakan roda jaman yang terus lapuk menua. Walau tak persis seperti dulu, tapi banyak konstruksi yang tidak berubah, ada ornament yang tetap khas dengan tarikan pahat ukiran khasnya.
Beberapa saat yang lalu kamu menceritakan itu kepadaku. Walau kuakui tak terlalu sering menyimak ceritamu, ada yang tetap membekas. Misalnya saja tentang impian pada suatu hari dibagian malam yang syahdu bersamaku. Atau sepotong harapanmu mengenai abdi yang akan kau kokohkan untuk satu-satunya mimpi yang terindah bagimu yaitu bersamaku dalam setiap keadaan.
Ditelingaku sering terbisik ucapan-ucapan halus penuh harap. Walau aku takut mengecewakanmu, aku kadang juga takut memenuhi harapanmu.
Disuatu malam yang berbeda kau jelaskan kepadaku tentang bintang yang indah, tentang cerita sepotong malam yang selalu kau jemput dalam lamunanmu. Dipundakku sering kau sandarkan peluh karena bahagia atau sedih karena pedih. Dan terkadang kau sengaja mengajakku untuk melepaskannya lewat cerita sepotong malam yang kita sisa.
Namun cerita akan selalu sama dengan sebelumnya. Disaat pertama kita dipinggiran jalan itu atau saat setelah kita pergi dan sekarang kembali menengok rauh tangan halusmu dulu disini lewat hari yang sekarang.
Aku rindu pada sepotong cerita malam yang sering kau suguhkan….
Setelah aku disini aku malah sering bisa mengingat cerita indah itu tanpamu, atau tak lengkap cerita itu tanpamu. Aku rindu harap-harapmu pada keadaan kita yang sederhana, pada jalan kita yang temeram mendekati abu-abu….
Namun itu sepertinya akan berubah sepanjang cerita malam kita masih lengkap dikumpulkan malam yang dulu kita lewati. Masih cukup kuat untuk mega dengan dukungan doa alam yang tau betapa besarnya rasa sayangmu padaku dan sebaliknya. Jika itu masih demikian, demikian pula aku harap malam setelahnya bertahun-tahun. Karena aku ingin menyisihkan malam tanpamu dengan selalu denganmu. Malam melopong tapi menjadi indah dengan cerita-ceritamu yang sering. (Kendari 13 Desember) saat mengingatmu dimalam yang lain.

12/10/2009

Bingung

Seseorang memberi nasehat kepadaku. “kamu harus melakukan ini. Sekarang bukan saatnya lagi bermain dengan segala yang kamu anggap benar, ini adalah pilihan hingga akhirnya kamu menemukan putusan yang benar tentang dirimu sendiri, tentang hidupmu dan tentang harapan mereka yang diletakan dipundak kecilmu”. Rasanya pundak yang disinggung teman itu sudah terlampau kerdil hingga Ia mengatakan beban ini terlalu berat buatku. Walau aku pernah berpendapat demikian, aku tak terlalu meyakini hingga kutemukan jawaban bahwa aku tak benar-benar sanggup menjejali utopis yang berkilo-kilo.
Aku cukup kuat walau badan tak terlampau kekar untuk mengangkat besarnya beban tanpa bantuan patron. Hanya kadang aku harus membiarkan ortang-orang melampaui lariku dan sedikit tersungkur memperbaiki bawaan itu. Kata orang, sebesar apapun masalahmu akan ada jalan keluar yang telah disediakan tuhan untuk kau tempuh walau tak kau sangka,.
Hidup pada dasarnya adalah beban, masalah atau turgis yang terbentuk dari awal nafas setiap mahluk. Saat pecah tangisan pertama, masalah telah hadir. Jika memang masalah harus dilihat sebagai ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan, pro kontra dass solen and dass sein.
Cobalah berdiri dari dudukanmu yang terpahat, lihat dan rasakan betapa dunia menginginkanmu Lahir, betapa Tuhan sangat menyayangimu dengan caranya yang paling indah. Dan betapa orang-orang disekelilingmu berharap banyak hal baik kepadamu. Kau tidak kerdil, bahkan kau terlalu mega untuk dikerdilkan. Ketika kamu percaya, Tuhan tidak pernah tidur….